Problem Solving, Modal Krusial Pembinaan Santri

Senin, 16 Safar 1444 H bertepatan dengan 12 September 2022 M, Pesantren Mahasiswa K.H. Ahmad Dahlan yang selanjutnya disingkat PERSADA kembali menyelenggarakan Training Of Trainer (TOT) dengan tema “Problem Solving”. Pelatihan berlangsung secara luring di Aula Masjid Islamic Center Universitas Ahmad Dahlan (UAD) sekaligus disiarkan langsung via you tube dengan channel “Persada UAD TV”. Hadir sebagai pembicara yakni Ustadz Dr. H. Khoiruddin Bashori, M.Si. selaku wakil ketua LP2 Pimpinan Pusat Muhammadiyah. Pelatihan ini adalah yang ketiga kalinya setelah sebelumnya diselenggarakan juga TOT dengan tema “Model Pembinaan Tahsin” oleh Ustadzah Dra. Hj. Nurmahni, M.Ag. dan “Kaifiyyat dan Bacaan Sholat” oleh Ustadz Asep Sholahuddin, S.Ag, M.Pd.I. TOT ditujukan kepada lebih dari empat puluh musyrif/ah dan mudabbir/ah dalam pengabdiannya di PERSADA sekaligus dihadiri jajaran Badan Pengurus Harian (BPH) PERSADA.

Turut hadir selaku Mudir PERSADA, Ustadz H. Thonthowi, S.Ag, M.Hum, dimana dalam sambutannya beliau menyampaikan bahwa pengurus adalah santri senior dalam proses pendampingan santri. Oleh sebab itu pengurus sebagai musyrif/ah dan mudabbir/ah dituntut memiliki kemampuan dalam menyelesaikan beragam problem santri yang usianya tak terpaut jauh dengan pengurus. Senada dengan maksud tersebut, diharapkan musyrif/ah dan mudabbir/ah mampu menemukan pola disetiap persoalan santri dengan pandangan komprehensif untuk kemudian diselesaikan secara kreatif.

Penyampaian pembicara dengan gayanya yang khas menghadirkan kesan asyik dan menarik bagi para peserta. Ustadz Khoiruddin memaparkan secara gamblang bagaimana musyrif/ah dan mudabbir/ah ini mampu menjadi orang yang solutif. “Jangan merefleksikan masalah anda dengan masalah santri. Makanya jadi orang yang solutif itu tidak mudah, setidaknya anda perlu menemukan pola dari setiap pengalaman dan refleksi yang anda alami sebagai panduan”, Jelasnya.

Dosen psikologi Universitas Ahmad Dahlan (UAD) ini juga memberikan motivasi bahwa menjadi musyrif/ah dan mudabbir/ah adalah ladang belajar, terutama belajar menata hati. “kadang kita ini cerdas, pinter, sekolahnya tinggi, cuma satu, tidak kreatif dan imajinasinya terbatas”, tambahnya.

Pada intinya setiap problem santri adalah beragam, maka dibutuhkan seni otak-atik masalah dalam penyelesaiannya. “Manusia tidak mungkin bebas dari masalah, maka melihat masalah dengan kacamata negatif adalah beban. So, nikmati saja”, jelasnya. Diakhir acara beliau sempat menyampaikan dua tips pendampingan santri bermasalah. Pertama menyamakan langkah, yakni mencoba berempati dan memahami logika santri, dan kedua menarik ke sudut ideal sesuai yang kita harapkan. “small mind adalah orang yang suka ngomongin orang, average mind adalah orang yang suka ngomongin peristiwa dan high mind adalah orang yang senang mendiskusikan ide. Mulailah membiasakan diri berpikir mendalam untuk menemukan makna sesungguhnya”, pesan beliau yang kemudian ditutup dengan tepuk tangan meriah peserta. (Izza Alfitra)