Peran Islam dalam Adab Bemedia Sosial

Oleh : Safira Anatasya

 

Islam adalah agama yang komplet lagi menyeluruh bagi pemeluknya yakni meliputi dan mengatur segala dimensi-dimensi kehidupan. Islam dan media sosial memiliki korelasi karena dalam penggunaan media sosial seseorang harus mengedepankan kebijaksanaan, kecerdasan dan kemampuan dalam mengelola media sosial yang dimiliki, hal ini juga berhubungan dengan etika, adab dan sikap yang perlu ditanamkan dan dipupuk dalam setiap pengguna media sosial. Media sosial termasuk salah satu kebutuhan dari kebutuhan-kebutuhan lainnya yang ada dalam kehidupan manusia. Media sosial diibaratkan pisau bermata dua karena dapat menyelamatkan dan menjerumuskan penggunanya, hal ini tergantung pada penggunaan media sosial itu sendiri, digunakan dengan benar atau tidak.

Ada beberapa orang yang sekedar ingin memanifestasikan sesuatu yang ada pada dirinya lalu dipublikasikan pada khalayak ramai, baik secara sengaja atau tanpa sengaja, dengan tidak memperdulikan rahasia pribadinya sehingga menjadi konsumsi publik dengan saling membalas komentar. Ada beberapa orang yang memanfaatkan media sosial sebagai media dakwah, bisnis, silaturahmi, sarana informasi dan komunikasi. Dalam penggunaan media sosial sering terjadi pengesampingan akhlak atau etika demi kesenangan pribadi dan kelompok. Dalam media sosial juga terdapat berita palsu tidak jelas sumbernya yang merebak kemana-mana. Apabila seseorang tidak menyeleski dan mengklarifikasi terhadap berita yang didapat, maka informasi itu akan mengganggu aktivitas dan ibadahnya. Apalagi jika berita tersebut dibagikan kemana-mana maka dampaknya akan banyak orang-orang yang tersesat.

Harusnya dengan adanya media sosial orang-orang dapat meningkatkan ketakwaan dan keimanan mereka, karena mudahnya mengakses dalil-dali dari al-Qur`an maupun hadis tapi yang terjadi malah sebaliknya yakni memanfaatkan media sosial untuk saling menghujat, menghina, menyebarkan aib bahkan membuat berita hoax, bagaimana kita tau berita tersebut hoax atau tidak atau dengan kata lain informasi itu valid atau tidak karena tidak ada oknum yang bertanggung jawab terhadap berita-berita tersebut.

Oleh sebab itu Islam sebagai ajaran yang kaffah membuat dan menetapkan adab-adab dalam bermedia sosial demi menjaga kemaslahatan penggunanya. Pertama, tidak seenaknya menyebarkan berita, tidak menyebarkan berita palsu atau berita dari dari sumber yang tidak akurat. Allah telah memberi peringatan dalam al-Qur`an surah al-Hujurat ayat 6:

“Wahai orang-orang yang beriman, jika seorang fasik datang kepadamu membawa berita penting, maka telitilah kebenarannya agar kamu tidak mencelakakan suatu kaum karena ketidaktahuan(-mu) yang berakibat kamu menyesali perbuatanmu itu”.

 

Selanjutnya juga terdapat dalam surah an-Nur ayat 11:

“Sesungguhnya orang-orang yang membawa berita bohong itu adalah kelompok di antara kamu (juga). Janganlah kamu mengira bahwa peristiwa itu buruk bagimu, sebaliknya itu baik bagimu. Setiap orang dari mereka akan mendapat balasan dari dosa yang diperbuatnya. Adapun orang yang mengambil peran besar di antara mereka, dia mendapat azab yang sangat berat.”

 

Penyebaran berita angin, palsu atau hoax ((قول الزو dapat memicu kegaduhan atau keributan di dunia maya yang sulit untuk diselesaikan, ditambah dengan penyebaran berita di dunia maya lebih cepat dari pada di dunia nyata. Apabila hal tersebut tidak diperhatikan dan direnungi maka akan banyak orang-orang yang salah kaprah dalam bermedia sosial.

Kedua, menghindari hal-hal negatif seperti mengunggah vidio atau photo berlebihan dan vulgar, mengadu nasib, berkeluh kesah dan berduka di media sosial. Sekarang banyak orang-orang yang mengumbar kecantikan maupun ketampanan dengan niat mendapatkan pujian, terlebih yang diunggah adalah vidio atau photo yang terindikasi vulgar dengan mempertontonkan aurat. Allah telah berfirman kepada hambanya untuk menjaga aurat dengan pakaian yang telah dianugerahkan dalam surah al-A’raf ayat 26:

“Wahai anak cucu Adam, sungguh Kami telah menurunkan kepadamu pakaian untuk menutupi auratmu dan bulu (sebagai bahan pakaian untuk menghias diri). (Akan tetapi,) pakaian takwa itulah yang paling baik. Yang demikian itu merupakan sebagian tanda-tanda (kekuasaan) Allah agar mereka selalu ingat.”

Rasulullah juga bersabda dalam hadisnya dengan redaksi sebagai berikut:

“Janganlah seorang laki-laki melihat aurat laki-laki lain dan janganlah seorang wanita melihat aurat wanita lain, janganlah seorang laki-laki satu selimut dengan laki-laki lainnya dan juga janganlah seorang wanita satu selimut dengan wanita lainnya.” (HR. Tirmidzi)

Mengadu nasib, berkeluh kesah dan berduka tidak dapat mendatangkan manfaat serta tidak dapat mengubah takdir yang telah ditentukan apalagi dengan niat untuk dikasihani, hal tersebut menimbulkan anggapan  bahwa orang tersebut mudah putus asa, tidak pandai bersyukur dan tidak percaya diri terhadap apa yang telah Allah karuniai atasnya.

Ketiga, Berjihad menyebarkan kebaikan di media sosial, menyebarkan kebaikan dapat dilakukan di media sosial tidak hanya di dunia nyata, seperti menyebarkan postingan yang mengandung unsur-unsur kebaikan, konten dakwah dan sebaginya, berjihad di media sosial dapat melibatkan banyak orang dari berbagai penjuru daerah untuk mengikuti dan menyimak obrolan kebaikan tanpa harus berkumpul, selain itu isi pembahasan tersebut dapat diakses kapanpun dan dimanapun. Hal ini dapat membuahkan pahala bagi para pemakainya seperti sabda Nabi:

“Barang siapa yang menunjuki kepada kebaikan maka dia akan mendapatkan pahala seperti pahala orang yang mengerjakannya” (HR. Muslim).

            Keempat, Memelihara hati, tangan dan lisan ketika bermedia sosial sehingga tidak menyakiti penggunana yang lain. Seseorang harus bijak ketika tangan, lisan dan hati ikut bermedia sosial karena bisa jadi yang diposting di media sosial dapat menyakiti orang lain terlebih apabila berita tersebut sudah viral, bisa jadi orang yang tersakiti susah atau bahkan tidak memaafkan.

Kelima, meninggalkan hal-hal yang tidak memberi manfaat dari media sosial, Islam menganjurkan umat agar mengisi kehidupannya dengan sesuatu yang bermanfaat begitu juga dalam bermedia sosial, Rasulullah Saw bersabda:

“Sebaik-baik keislaman seseorang, adalah meninggalkan apa yang tidak bermanfaat baginya.” (HR. Tirmidzi)

            Keenam, menghindari sukriyyah yakni tidak merendahkan atau memperolok-olok orang lain ketika bermedia sosial,  salah satu karakteristik dunia maya yang tanpa kita sadari adalah sangat bebas dan tidak ada batasan dalam menjangkau seluruh lapisan masyarakat sehingga tindakan menghina, mengegejek dan mengolok-olok sangat mudah terjadi, tindakan sukriyyah media sosial  memiliki dampak yang sangat luas dan besar dibandingkan dengan dunia nyata. Terdapat ayat al-Qur`an yang menggambarkan tentang sukriyyah ini dalam surah al-Hujurat ayat 11:

“Wahai orang-orang yang beriman, janganlah suatu kaum mengolok-olok kaum yang lain (karena) boleh jadi mereka (yang diolok-olokkan itu) lebih baik daripada mereka (yang mengolok-olok) dan jangan pula perempuan-perempuan (mengolok-olok) perempuan lain (karena) boleh jadi perempuan (yang diolok-olok itu) lebih baik daripada perempuan (yang mengolok-olok). Janganlah kamu saling mencela dan saling memanggil dengan julukan yang buruk. Seburuk-buruk panggilan adalah (panggilan) fasik setelah beriman. Siapa yang tidak bertobat, mereka itulah orang-orang zalim.”

Saat ini, perbuatan mencemooh, mencela, memberi laqab atau dengan kata lain memberi gelar dengan maksud penghinaan terhadap individu maupun kelompok tertentu seakan-akan sudah sudah menjadi suatu kelaziman dan biasa terjadi, terlebih jika berkaitan dengan medan politik, pemilihan pimpinan daerah hingga pemilihan presiden, dengan maksud merendahkan harkat dan derajat individu atau kelompok tertentu dan mengalahkannya di pemilu. Seolah-olah tindakan yang dilakukan itu benar, padahal perbuatan tersebut dilakukan semata hanya ingin menyalurkan atau melampiaskan hawa nafsu dan hasratnya. Tindakan yang terus-menerus dilakukan itu mencerminkan diri sendiri begitu juga tindakan mengolok-olok, menghina dan mencemooh, oleh karena itu hendaklah membersihkan diri perbuatan tercela dan zalim dengan cara bertaubat dan meminta maaf.

Rasulullah Saw bersabda: “Setiap umatku mendapat pemaafan kecuali orang yang menceritakan aibnya sendiri. Sesungguhnya diantara perbuatan menceritakan aib sendiri adalah seorang yang melakukan suatu perbuatan (dosa) di malam hari dan sudah ditutupi oleh Allah SWT kemudian di pagi harinya dia sendiri membuka apa yang ditutupi Allah itu.” (HR. Bukhori dan Muslim)

Ketujuh, Menghadirkan kebijaksanaan dalam bermedia sosial, adapun sifat yang harus ada pada diri muslim ketika berhadapan dengan media sosial adalah bijak yakni beetika, berfikir, cerdas dan perasaan serta saling memberi nasehat dengan, bijak dan ikhlas. Allah telah memberi tuntunan  dalam QS. an-Nahl ayat 125:

“Serulah (manusia) ke jalan Tuhanmu dengan hikmah) dan pengajaran yang baik serta debatlah mereka dengan cara yang lebih baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang paling tahu siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dia (pula) yang paling tahu siapa yang mendapat petunjuk”.

Setiap individu memiliki gaya pertemanan yang beraneka ragam di dunia maya. Hal ini disebabkan karena keberagaman tabiat, gaya berfikir dan cakrawala yang dimiliki oleh setiap orang sehingga diperlukan kehati-hatian ketika membagikan informasi ke media sosial. Selain itu, informasi yang diunggah tidak mengandung unsur sara atau yang lain dengan bahasa yang sopan dan lugas, sehingga tidak menimbulkan multitafsir dan memicu kesalah pahaman yang dapat menyinggung dan menimbulkan kerusuhan, kekacauan dan keributan di media sosial. Apabila terjadi perdebatan mengenai suatu problematika  di media sosial hendaklah berdebat dengan metode yang baik dan tidak mengedepankan egois atau ingin meng sendiri, serta saling nasehat-menasehati dengan cara yang lembut, santun dan ikhlas.

Selanjutnya media sosial juga memberi manfaat bagi para penggunanya:

Pertama, sarana informasi, dalam penyebaran informasi memerlukan strategi penyebaran dan sarana yang efektif lagi kondusif, seperti penyebaran melalui media sosial. Media sosial adalah medan yang dapat dijadikan untuk berkoneksi dan berkomunikasi antar pengguna tanpa dibatasi oleh ruang dan waktu. Media sosial memiliki karakter seperti akses jaringan lebih lebar tidak sempit, interaktif, mudah tersampaikan, dan awet  maksudnya informasi lama yang pernah dimuat di media dapat diakses kembali kapan saja sesuai kebutuhan. Karakter-karakter tersebut melekat dan universal sehingga membuat media sosial lebih kuat dari media tradisional. Berdasarkan karakter-karakter tersebut, media sosial dapat dikatakan sebagai sarana yang tepat dalam penyebaran dan perluasan informasi. Orang-orang dapat mengakses satu jenis informasi dalam satu sumber pada waktu yang bersamaan sekalipun di tempat yang berbeda dan berjauhan. Hendaknya setiap muslim lebih teliti dan hati-hati dalam menyebarkan informasi, baik dalam jangkauan tradisional maupun media sosial, hal ini bertujuan untuk prefentif terhadap penyebaran berita yang tidak baik dan benar. Informasi yang daperoleh tidak boleh ditelan mentah-mentah kebenarannya harus diperiksa kevalidannya. Sebagai mana yang telah Allah kabarkan dalam QS. Al-Furqan ayat 56:

“Tidaklah Kami mengutus engkau (Nabi Muhammad), kecuali sebagai pembawa kabar gembira dan pemberi peringatan.”

             Kedua, Sarana menyalurkan bakat seperti membuat karya tulis atau yang lainnya, Islam mendukung dan menganjurkan ummatnya untuk menebarkan manfaat, kebaikan dan kemaslahatan dalam kehidupan. Allah telah menurunkan ilmu ke muka bumi dan memerintahkan hambanya untuk mempelajari dan mengkajinya. Salah satu cara yang dapat dilakukan adalah dengan menyalurkan bakat dan hobi menulis sehingga menjadi sebuah karya tulis yang dapat dipublikasikan di media sosial dan lainnya. Allah SWT menciptakan manusia sebagai makhluk sosial yang memiliki kewajiban untuk saling tolong-menolong dalam hal kebaikan. Di sisi lain mempublikasikan karya tulis seperti di blog, web, jurnal dan lain-lain bisa menjadi pekerjaan sampingan yang dapat dikerkana diwaktu-waktu senggang serta menjadi peluang dalam menambah pengahsilan. Peluang tersebut juga dapat menebarkan manfaat. Allah telah memberi gambaran dalam QS. al-Isra ayat 7:

“Jika berbuat baik, (berarti) kamu telah berbuat baik untuk dirimu sendiri. Jika kamu berbuat jahat, (kerugian dari kejahatan) itu kembali kepada dirimu sendiri. Apabila datang saat (kerusakan) yang kedua, (Kami bangkitkan musuhmu) untuk menyuramkan wajahmu, untuk memasuki masjid (Baitulmaqdis) sebagaimana memasukinya ketika pertama kali, dan untuk membinasakan apa saja yang mereka kuasai.”

             Ketiga, Menjadi salah satu sumber mata pencaharian seperti jualan online Sebagaimana yang telah diketahui bahwa media sosial memberi dampak yang sangat besar seperti peubahan pola hidup masyarakat salah satunya jual beli online dalam memenuhi kebutuhan hidup. Sekarang orang-orang lebih memilih jual beli online karena mudah dan praktis tanpa harus mendatangi penjualnya secara langsung, apalagi bagi orang yang sibuk yang tidak ada waktu khusus untuk berbelanja ini sangat mengirit waktu dan biaya. Kondisi semacam ini menjadi suatu peluang dan keuntungan tersendiri bagai  para pembisnis. Para ulama fikih berselisih pendapat mengenai hukum transaksi jual beli online ada sebagian yang membolehkan ada sebagiannya lagi tidak membolehkan. Hal ini disebabkan konsumen tidak dapat memeriksa barang secara langsung sebelum pengiriman dikhawatirkan barangnya rusak, tidak sesuai dan cacat sehingga mengecewakan konsumen. Namun yang perlu diketahui bisnis secara online hendaknya dilakukan dengan jujur, saling ridho tidak ada paksaan, tidak ada gharar, riba dan lain-lain.

Keempat, ajang pencarian jodoh, para jomblo memanfaatkan media sosial sebagai media pencarian jodoh, tidak heran banyak orang yang menemukan pasangan dengan cara tersebut, berawal dari perkenalan melalui wa,ig, tiktok, fb dan lain-lain kemudian pertemanan, berlajut pertemuan hingga berakhir pada pernikahan. Dalam Islam tidak ada larangan terkait mencari jodoh di media sosial namun yang perlu diingat bahwa tidak ada kecurangan atau penipuan di dalamnya.

Dalam menyebarkan informasi juga terdapat pedoman-pedomanya sebagai berikut:

  1. Informasi yang diunggah atau yang disebar memberi manfaat bagi masyarakat terutama yang disampaikan ke ranah publik.
  2. Memastikan indikator-indikator informasi atau konten dengan cara memuat kebaikan, ketaqwaan, persaudaraan, kasih sayang dan tidak ada unsur kebencian.
  3. Dilarang menampilkan konten atau menyebarkan informasi yang memuat aib sesama saudara, mencaci maki orang lain dan mencari kesalahan orang lain.
  4. Hendakknya konten yang diunggah tidak mengandung unsur hoax, gosip, berita palsu dan lain-lain.

 

 

Referensi

  • Budiyono, “Pengembangan Materi Ajar Adab Bermedia Sosial Pada Kurikulum 2023”,  dalam JRTIE: Journal of Research and Thought of Islamic Education, Vol, 2, no, 2, 2019.
  • Juminem, “Adab Bermedia Sosial Dalam Pandangan Islam”,  dalam Geneologi PAI Jurnal Pendidikan Agama Islam, Vol, 6, no,1, 2019.
  • Mokhtar, Mohd Mokhtarishah Bin Mohamed Mokhtar, “Penggunaan Media Sosial Sebagai Medium Dakwah Islam Dalam Kalangan Penduduk Kampung Beserah, Kuatan, Pahang”, dalam International Journal Of Humanities Techhnology And Civilization (IJHTC), Vol, 2, no,1, 2021.
  • Burhanudin, Aan Mohamad, “Dakwah Melalui Media Sosial”,  dalam: Jurnal Dakwah dan Komunikasi, Vol, 10, no, 2, 2019.
  • Indra, Nur Sofwa Binti, Aan Mohamad, “Adab beriteraksi di Media Sosial Menurut al-Qur`an dan Sunnah”,  dalam: Jurnal Penyelidikan Islam dan Kontemporari (JOIRC), Vol, 6, no, 11, 2023.