BACAAN DZIKIR SETELAH TARAWIH
Oleh: Maulana Arinal Haq
الحَمْدُ ِللهِ الَّذِيْ أَرْسَلَ رَسُوْلَهُ بِاْلهُدَى وَدِيْنِ اْلحَقِّ لِيُظْهِرَهُ عَلَى الدِّيْنِ كُلِّهِ وَلَوْ كَرِهَ اْلكَافِرُوْنَ وَلَوْ كَرِهَ اْلمُشْرِكُوْنَ وَلَوْ كَرِهَ اْلمُنَافِقُوْنَ
وَالصَّلاَةُ وَالسَّلاَمُ عَلىَ نَبِيِّنَا مُحَمَّدِ ﷺ وَعَلىَ آلِهِ وَصَحْبِهِ أَجْـمَـعِين
Pertama-tama dan yang paling utama dan memang harus kita utamakan marilah kita panjatkan puja dan puji syukur kita atas kehadirat Allah S.W.T yang telah memberikan kita nikmat kesehatan, keimanan, dan kesempatan sehingga kita masih bisa bernafas dan beraktivitas pada detik dan menit ini.
Shalawat serta salam tak lupa mari kita sanjung sajikan kepada junjungan kita, panutan kita, Nabi kita yang mulia Muhammad S.A.W. yang telah membawa kita dari zaman jahiliyah menuju zaman yang terang benderang akan ilmu pengetahuan dan lain sebagainya.
Ramadhan adalah bulan ke-9 dalam kalender hijriyah, kalender umat Islam yang menggunakan peredaran bulan sebagai acuannya. Muslim atau Muslimah dewasa yang sehat dan tidak sedang dalam halangan syar’i diwajibkan menjalankan ibadah puasa dalam bulan Ramadhan dari Subuh hingga terbenamnya matahari. Selama bulan Ramadhan, umat Muslim bangun pagi-pagi –sebelum tiba waktu shalat Shubuh- untuk makan sahur. Kemudian mereka berpuasa sepanjang hari. Ketika matahari sudah terbenam, mereka berbuka puasa. Disunnahkan dengan makanan yang manis. Tidak hanya puasa, umat Muslim juga melaksanakan ibadah lainnya selama bulan Ramadhan seperti membaca Al-Qur’an, Shalat Tarawih, i’tikaf dan lainnya. Bagi umat Muslim, Ramadhan adalah bulan suci, mereka berlomba-lomba melakukan hal-hal baik dan bermanfaat selama bulan Ramadhan. Umat Muslim percaya kalau Al-Qur’an diturunkan pada bulan suci Ramadhan.
Seperti yang sudah saya paparkan tadi, salah satu ibadah yang terdapat pada bulan Ramadhan yaitu Shalat Tarawih, sholat tarawih bisa menjadi wasilah diampuninya dosa Nabi SAW. bersabda dalam hadits yang diriwayatkan dari Abu Hurairah : “Barangsiapa melakukan qiyam Ramadhan (salat tarawih) karena iman dan mencari pahala, maka dosa-dosanya yang telah lalu akan diampuni.” (HR. Bukhari dan Muslim). Pengampunan dosa dalam hadits tersebut dapat mencakup dosa besar dan dosa kecil berdasarkan tekstual hadist. Namun, ada pendapat lain mengatakan yang dimaksud pengampunan dosa adalah khusus untuk dosa kecil. Meski begitu, mengingat banyaknya dosa yang kita lakukan, semoga shalat tarawih yang kita lakukan bisa menggugurkannya. Membersihkan dosa-dosa kita.
Dan pada kesempatan kali ini saya akan sedikit membahas mengenai Dzikir setelah tarawih. Sebagian masyarakat mempraktekkan bahwa antara sela-sela duduk istirahat pada shalat tarawih dengan bacaan-bacaan tertentu yang dibaca oleh “bilal”. Padahal sependek pengetahuan kami, waktu tersebut sebenarnya adalah waktu untuk istirahat. Itulah mengapa shalat tarawih disebut tarawih karena berarti istirahat. Jika demikian, waktu istirahat tersebut sebaiknya diberi kesempatan pada para jamaah untuk menarik nafas, tidak dibebani dengan hal lainnya.
Adapun untuk bacaan setelah witir, ada bacaan yang dituntunkan. Ada dua doa yang bisa diamalkan berikut ini,
سُبْحَانَ الْمَلِكِ الْقُدُّوسِ
“Subhaanal malikil qudduus –dibaca 3x- [artinya: Maha Suci Engkau yang Maha Merajai lagi Maha Suci dari berbagai kekurangan]” (HR. An Nasai dan Ahmad, shahih)
اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِرِضَاكَ مِنْ سَخَطِكَ وَبِمُعَافَاتِكَ مِنْ عُقُوبَتِكَ وَأَعُوذُ بِكَ مِنْكَ لاَ أُحْصِى ثَنَاءً عَلَيْكَ أَنْتَ كَمَا أَثْنَيْتَ عَلَى نَفْسِكَ
“Allahumma inni a’udzu bika bi ridhaoka min sakhotik wa bi mu’afaatika min ‘uqubatik, wa a’udzu bika minka laa uh-shi tsanaa-an ‘alaik, anta kamaa atsnaita ‘ala nafsik” -dibaca 1x- [artinya: Ya Allah, aku berlindung dengan keridhaan-Mu dari kemarahan-Mu, dan dengan keselamatan-Mu dari hukuman-Mu dan aku berlindung kepada-Mu dari siksa-Mu. Aku tidak mampu menghitung pujian dan sanjungan kepada-Mu, Engkau adalah sebagaimana Engkau memuji atas diri-Mu]. (HR. Muslim dan Kitab Sunan yang Empat, shahih)
Doa di atas pun tidak perlu dibaca secara berjama’ah, cukup diajarkan pada masing-masing jamaah sekali, seterusnya biarkan mereka mengamalkan sendiri-sendiri.
Satu kebiasaan lagi setelah tarawih adalah membaca niat secara berjamaah “nawaitu shouma ghodin …” Seperti ini pun tidak dituntunkan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Karena niat sebagaimana kata Ibnu Taimiyah dalam Majmu’ Al Fatawa-nya, niat adalah keinginan untuk melakukan sesuatu. Jika seseorang sudah berkeinginan untuk bangun makan sahur, maka ia sudah berniat untuk berpuasa. Karena seseorang makan sahur pasti ingin berpuasa. Jadi tidak perlu dilafazhkan, lebih-lebih lagi dijaherkan (dikeraskan) lalu dikomandoi untuk dibaca berjama’ah. Imam Nawawi berkata dalam Roudhotut Tholibin,
لَا يَصِحُّ الصَّوْمَ إِلَّا بِالنِّيَّةِ وَمَحَلُّهَا القَلْبُ وَلَا يُشْتَرَطُ النُّطْقُ بِلاَ خِلَافٍ
“Tidaklah sah puasa seseorang kecuali dengan niat. Letak niat adalah dalam hati, tidak disyaratkan untuk diucapkan. Masalah ini tidak terdapat perselisihan di antara para ulama.” (Roudhotuth Tholibin, 1: 502).