Rangkuman Materi Pelatihan Musyrif/ah di Jakarta – “TIPS MENGHAFAL ALQURAN”

Depok, 2019 – Alquran merupakan kitab suci umat Islam sekaligus mukjizat Baginda Rasulullah Muhammad SAW yang masih ada hingga sekarang. Satu-satunya kitab suci yang mampu dihafal oleh umatnya, turun temurun dengan redaksi dan susunan yang sama dan akan terus terjaga hingga hari Akhir nanti, sebagaimana firman Allah, “Sesungguhnya Kami (Allah)-lah yang telah menurunkan Alquran, dan sesungguhnya Kami benar-benar memeliharanya (QS. Al-Hijr: 9)”. Jutaan kaum muslimin di manapun berada tidak pernah bosan menghafal Alquran, mulai anak-anak hingga orang-orang yang telah lanjut usia. Sebagian mereka ada yang dimudahkan dalam menghafal, sebagian yang lain harus melalui proses yang penuh dengan kerjakeras.

Pertengahan Agustus 2019, Majlis Diktilitbang PP Muhammadiyah yang bekerjasama dengan Universitas Muhammadiyah Prof. Dr. HAMKA (UHAMKA) Jakarta serta Asosiasi Pengelola Asrama Mahasiswa PTM/ PTA se-Indonesia (ASLAMA) menyelenggarakan Rakornas perdana dan pelatihan Musyrif/Musyrifah. Pesantren Mahasiswa KHA. Dahlan (PERSADA UAD) Yogyakarta turut mendelegasikan perwakilan dua orang musyrif dan dua orang musyrifah. Pelatihan yang diselenggarakan dalam waktu tiga hari tersebut menghadirkan para pemateri yang pakar dan ahli dalam bidangnya. Baik dari internal Majlis Diktilitbang PP Muhammadiyah maupun pemateri dari luar yang dihadirkan sesuai keahlian dan bidangnya.

Di antara materi yang disampaikan dalam pelatihan tersebut ialah mengenai teknik menghafal Alquran di tengah kesibukan. Ustadz Heri Purnomo sebagai pemateri dalam kegiatan tersebut memberikan tips-tips dalam menghafal Alquran di tengah kesibukan. Berikut ringkasan materinya:

  1. Meyakinkan dalam diri bahwa siapapun, apapun profesinya dan berapapun usianya tidak ada halangan untuk menghafal Alquran, karena sesungguhnya Menghafal Alquran itu dimudahkan oleh Allah, sebagaimana tersebut dalam QS. Al-Qamar: 17, 22, 32 dan 40.
  2. Menanamkan niat yang ikhlas dan tulus, tidak mengharap apapun selain keridhoan Allah. Menghafal sebagai sarana mendekatkan diri kepada-Nya juga sebagai wujud rasa cinta kepada Kitabullah.
  3. Meluangkan waktu untuk menghafal, bukan menunggu waktu luang baru menghafal. Mengutip metode yang digunakan oleh Ust. Adi Hidayat, manajemen waktu dalam menghafal Alquran dapat dicoba dengan cara seperti berikut ini:

a. Investasikan waktu sehari dua jam.

b. Waktu dua jam sebagaimana point pertama dibagi menjadi: 1) selama 30 menit sebelum subuh (10 menit untuk membaca dan 20 menit untuk menghafal); 2) selama 6 menit untuk murojaah setiap sebelum dan sesudah salat fardhu (misal: sebelum salat duhur 6 menit, setelahnya 6 menit juga. Begitu seterusnya, sehingga total 6 x 10 = 60 menit); 3) terakhir ialah 30 menit sebelum tidur.

c. Fokus pada durasi waktu saja, bukan untuk cepat-cepat menyelesaikan hafalan. Dinikmati dan dihayati setiap ayat-ayatnya. Dikuatkan dengan salat tahajud dan tidur yang sedikit, makan yang secukupnya, menghafal untuk setia dan bukan untuk sekedar khatam, lebih rajin dalam berdoa serta lebih sering duduk dalam majelis Alquran.

d. Lakukan metode tersebut setiap hari, kecuali Jumat. Sebab hari tersebut khusus digunakan untuk memurojaah hafalan secara keseluruhan.

e. Setiap orang memiliki metode tersendiri dalam menghafal, namun setidaknya manajemen waktu tersebut di atas dapat membantu. Bahwa sesungguhnya tidak ada metode yang efektif, kecuali mengulang-ulang. Inilah prinsipnya, bahwa menghafal Alquran adalah pekerjaan seumur hidup.

Demikianlah salah satu teknik yang disampaikan oleh Ust. Heri Purnomo. Dalam sesi tanya jawab, terdapat satu hal yang cukup menarik untuk dicatat. Salah seorang peserta menanyakan bagaimana hubungan antara seorang hafidz yang hafal terhadap ayat-ayat Alquran kemudian melakukan kemaksiatan. Tidak jarang dijumpai hal tersebut, namun hafalan tetap saja tidak hilang. Menjawab pertanyaan tersebut Ust. Heri menyampaikan pesan Kyai-nya dahulu ketika mondok,

“meskipun kamu merasa hafalan tidak hilang ketika melakukan kemaksiatan, namun hal tersebut sangat berpotensi untuk menghilangkan keberkahan serta kemuliaan Alquran yang ada pada dirimu. Bahwa hilangnya Alquran berbeda dengan hilangnya benda. Kebanyakan kita mengira bahwa kita telah melupakan Alquran, bahkan sesungguhya Alquranlah yang melupakan kita”.

Lebih lanjut, salah seorang peserta yang lain menambahkan tanggapannya. Mengutip tafsir QS. Fathir: 32, bahwasanya di sana disebutkan adanya tiga golongan manusia dalam menyikapi Alquran. Pertama dzalimun linafsih, yakni mereka yang hafal namun tidak dijadikannya sebagai petunjuk. Kedua, muqtasid yaitu mereka yang menghafal namun hanya untuk dirinya sendiri. Terakhir yaitu sabiqun bilkhairat yaitu mereka yang berlomba menuju kebaikan sebanyak-banyaknya (DF).