Sambut Masa Perkuliahan dengan Sarasehan Bersama Mudir Persada
YOGYAKARTA—Satu bulan lebih maha santri Pesantren Mahasiswa KH. Ahmad Dahlan (PERSADA) menunaikan libur semester gasal. Selama libur semester di antara santri ada yang tetap tinggal di asrama dan tidak sedikit juga yang memutuskan untuk pulang ke rumah masing-masing. Kini, para santri harus kembali ke asrama karena pembelajaran di semester genap sudah tiba.
Dalam rangka menyambut kedatangan para santri dan juga untuk memotivasi agar semangat belajar para santri kembali, maka pengurus menyelenggarakan acara “Sarasehan Bersama Mudir Persada.” Acara ini diselenggarakan secara offline di Aula Islamic Center dan secara online via Zoom Meeting dan live streaming Youtube pada Ahad (13/3).
Acara sarasehan ini turut dihadiri oleh Mudir Persada, Wakil Mudir Persada, Kepala Bidang (Kabid) Bahasa, Kabid Minat dan Bakat, Kabid Alumni dan Pengabdian Masyarakat, serta Kabid Informasi dan Teknologi. Di antara serangkaian acara tersebut adalah “at-Taujīhāt wa al-Irsyādāt dari Mudir Persada, Ustaz H. Thontowi, S.Ag., M.Hum.
“Kira-kira kepulangan santri Persada sudah mencerminkan khairunnās anfa’uhum linnās atau belum? Apakah ketika liburan itu lebih baik atau malah menurun? Ibadahnya lebih baik atau menurun? kemudian ihsan atau birrul walidain-nya meningkat atau mengecewakan? Belajarnya itu meningkat atau menurun? Mestinya untuk santri Persada timbangan kebaikannya itu lebih berat (meningkat).” Ungkap Mudir di awal pemberian nasihat pada seluruh santri Persada.
Ustaz Thonthowi menyampaikan bahwa istirahat sejenak tidak mengeksploitasi tenaga dan pikiran itu diperlukan, karena sesungguhnya tubuh ini memiliki hak untuk istirahat. Jadi, bagus jikalau para santri juga istirahat. Justru mereka yang tidak istirahat termasuk telah berbuat zalim kepada diri sendiri.
Kemudian, ada beberapa nasihat yang disampaikan Mudir kepada seluruh santri Persada; Persada Jogja, Persada 2 B, serta Persada Wates. Berikut nasihat dari Mudir:
Pertama, senantiasa berpegang teguh pada tali agama Allah Swt. Kalau kita senantiasa berpegang teguh pada tali Allah, yaitu senantiasa bertakwa kepada Allah, lalu menjaga ketakwaan dan keimanan tersebut, maka Insya Allah segala apa yang kita harapkan, bahkan mungkin ada yang belum terpikirkan akan dikabulkan, diberikan jalan, serta kemudahan oleh Allah dalam mendapatkannya.
Kedua, hidup itu harus bersyukur. Kalau kita mensyukuri nikmat Allah swt, maka kita senantiasa akan diberikan jalan dan kemudahan dalam hidup. Para santri ketika di rumah kalau membantu orang tua dengan ikhlas dan tulus, Insya Allah para santri akan menjadi anak-anak yang saleh-salehah. Kemudian, doa orang tua yang melihat anaknya beribadah dengan khusyuk, belajar dengan tenang, dan tidak menyakiti hati orang tuanya, Insya Allah dikabulkan.
“Jangan sampai ada di antara pengurus dan santri menyakiti hati orang tua berikanlah kabar gembira dengan kebaikan-kebaikan yang kita lakukan.”
Ketiga, masuklah ke dalam agama Islam secara Kaffah. Senatiasa menunaikan segala perintah Allah swt baik secara diam-diam maupun secara terang-terangan. Ini sebagaimana firman Allah swt:
يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ ٱدۡخُلُواْ فِي ٱلسِّلۡمِ كَآفَّةٗ وَلَا تَتَّبِعُواْ خُطُوَٰتِ ٱلشَّيۡطَٰنِۚ إِنَّهُۥ لَكُمۡ عَدُوّٞ مُّبِينٞ
Artinya: Wahai orang-orang yang beriman! Masuklah ke dalam Islam secara keseluruhan, dan janganlah kamu ikuti langkah-langkah setan. Sungguh, ia musuh yang nyata bagimu. (QS. Al-Baqarah: 208)
“Setelah liburan ini kami ingin para santri tetap ber-amar ma’ruf nahi munkar, ber–fastabiqul khairat. Tidak ada sampah yang berserakan. Itu juga termasuk kebaikan. Jangan sampai ada sampah di sekitar kita dibiarkan. Jangan sampai ada kamar santri dan pengurus yang kotor. Itu sama saja kita berbuat zalim kepada diri kita sendiri, karena membiarkan kotoran ada di sekitar kita” Pesan Mudir.
Ustaz Thontowi lalu menjelaskan bahwa orang-orang yang beriman adalah mereka yang memiliki iman yang kuat. Allah swt telah menggambarkan mengenai ciri-ciri orang yang beriman, yaitu senantiasa menjaga kalimat tauhid; sekali lā ilāha illa Allāh tetap lā ilāha illa Allāh. Santri yang imannya kuat, maka dia akan memberikan manfaat di manapun ia berada. Di antara ciri-ciri santri yang mukmin adalah imannya kuat, cabang (perbuatan)-nya di langit, amalnya diangkat, serta ibadahnya Insya Allah diterima. Hal ini sebagaimana firman Allah Swt dalam al-Qur’an berkaitan dengan perumpaaman orang yang beriman seperti sebuah pohon yang baik:
أَلَمۡ تَرَ كَيۡفَ ضَرَبَ ٱللَّهُ مَثَلٗا كَلِمَةٗ طَيِّبَةٗ كَشَجَرَةٖ طَيِّبَةٍ أَصۡلُهَا ثَابِتٞ وَفَرۡعُهَا فِي ٱلسَّمَآءِ تُؤۡتِيٓ أُكُلَهَا كُلَّ حِينِۭ بِإِذۡنِ رَبِّهَاۗ وَيَضۡرِبُ ٱللَّهُ ٱلۡأَمۡثَالَ لِلنَّاسِ لَعَلَّهُمۡ يَتَذَكَّرُونَ
Artinya: 24). Tidakkah kamu memperhatikan bagaimana Allah telah membuat perumpamaan kalimat yang baik seperti pohon yang baik, akarnya kuat dan cabangnya (menjulang) ke langit. (25). (pohon) itu menghasilkan buahnya pada setiap waktu dengan seizin Tuhannya. Dan Allah membuat perumpamaan itu untuk manusia agar mereka selalu ingat. (QS. Ibrahim: 24-25)
Perumpamaan seorang mukmin itu seperti pohon yang baik yang selalu memberikan manfaat. Seperti halnya dengan pohon kurma yang selalu berbuah tanpa mengenal musim, maka santri juga demikian harus berbuat baik tidak mengenal musim, bukan berbuat baik hanya di depan musyrif dan mudabbir saja. Tidak. Tetapi di mana pun berada, entah itu sedang liburan, sedang di rumah, atau sedang di majelis harus memberikan kebaikan (manfaat).
Keempat, milikilah akhlak yang baik. Akhlak yang baik ini penting. Mudir menjelaskan bahwa untuk apa nilai atau IPK tinggi, tetapi akhlaknya buruk. Itu bukan harapan kami dan juga bukan harapan dari orang tua.
“Kalau akhlak santri itu sudah baik di depan orang tua, di mata Allah, di hadapan para mudabbir dan musyrif, tengah malam ia berbuat baik, saat tidur pun ia berbuat baik; berwudu dan berdoa, maka itu mungkin yang akan membahagiakan kami, orang tua, dan juga masyarakat. Jadi, kami sangat berharap para santri Persada di mana pun berada senantiasa meninggalkan jejak (atsar) yang hasanah. Tinggalkan contoh-contoh yang baik, baik ketika menjadi santri maupun setelah keluar dari Persada.”
“Setelah kembali ke Persada, maka masuklah ke Persada secara Kaffah. Kami ingin pengurus dan santri bersatu kembali untuk ber–fastabiqul khairat untuk menuntut ilmu sebanyak-banyaknya. Jangan sampai ada rasa acuh dan bosan pada hati kita.”Pesan Mudir Persada. (Ahmad Farhan)