Sweeping Warung Makan di Garut dan Seni Ber-tasamuh Pada Bulan Ramadhan

Muhammad Ziya Ul Albab | muhammadziya2706@gmail.com | Ilmu Hadis UAD, Public Speaker, Content Creator

 

Pada awal Maret tahun 2025 kemarin ada ormas Islam yang melakukan sweeping terhadap rumah-rumah makan yang ada di Garut, kota dodol. Dalam proses sweeping mereka mendapati ada orang yang sedang merokok dan minum kopi. Dalam video yang ramai berseliweran di instagram ormas tersebut terlihat memarahi, mengucapkan kata kasar, sembari menghentakkan meja dan mengacak-acak barang yang ada di rumah makan tersebut. 

Muslim lain, naha teu puasa. Sia mah teu ngahargaan, jeung udud, goblok. (Muslim bukan, kenapa tidak puasa. Kamu tidak menghargai dan merokok lagi, goblok)”, teriak anggota ormas.

Selaku umat Muslim kita tentu merasa malu dan bingung dalaam menanggapi video tersebut. Bagaimana jika karena perbuatan ormas Islam tersebut menyebabkan timbulnya sentimen negatif dari non muslim? Misalnya “Kok orang Islam kasar gitu ya?”, “Kalo orang tidak berpuasa harus diteriaki seperti itu ya?”, “Sebegitunya yahh dalam agama Islam”. 

Bagaimana pula jika orang muslim yang melihat video tersebut? Bisa saja mereka berpikiran “Katanya berpuasa menahan amarah, tapi kenapa harus bentak-bentak seperti itu?”, “Bagaimana jika mereka yang sedang minum dan merokok dalam video itu memang bukan orang muslim, sehingga tidak berpuasa?”, “apa pernah Nabi Muhammad mengajarkan untuk mengadakan sweeping seperti itu terhadap orang yang tidak puasa pada bulan Ramadhan?”. Pasti akan banyak komentar yang dilontarkan oleh masyarakat ketika melihat video tersebut. Alih-alih menghadirkan kesejukan dan kebahagiaan, orang Islam justru akan dianggap sebagai pribadi yang arogan dan egois dalam menyikapi perbedaan.

Untuk menanggapi kejadian tersebut tasamuh adalah jawabannya. Islam dengan keluasan ilmu dan ajarannya mengajarkan para pemeluknya untuk memiliki sifat tasamuh. Tasamuh berasal dari bahasa arab سمح – يسمح yang artinya mengizinkan, membolehkan, menyetujui, memberik hak, membiarkan.  Dalam KBBI tasamuh diartikan dengan kelapangan dada, keluasan fikiran, dan toleransi. Maka jika kita benar-benar mengamalkan ajaran Islam maka kita tidak boleh meninggalkan sikap tasamuh, yaitu bertoleransi terhadap orang-orang yang tidak sependapat dengan kita. Berkaitan dengan kasus sweeping diatas maka perbuatan ormas tersebut tidak tergolong tasamuh atau toleransi. Tasamuh artinya membiarkan namun tanpa mengorbankan prinsip yang sudah kita pegang. Seyogyanya ormas yang melakukan sweeping dalam video tersebut tidak perlu marah-marah dan teriak-teriak, cukup disikapi dengan tenang, klarifikasi penyebabnya, dan sampaikan solusi dengan cara yang terbaik jika memang diperlukan. Dengan demikian keindahan Islam akan terpancar lewat akhlak kaum muslimin dalam bertasamuh atau bertoleransi pada pihak lain.

 

Tasamuh Pada Non Muslim

Sungguh tidak dilarang jika kita orang-orang Islam ingin berbuat baik kepada orang-orang non muslim. Kita boleh main bersama, cerita bersama, bertukar hadiah, dan beraktivitas bersama, namun dengan catatan orang non muslim tersebut tidak memerangi atau membenci orang Islam. Hal ini dapat diketahu dari asbabun nuzul QS. Al Mumtahanah ayat 8.

Alkisah Asma’ Binti Abu Bakar didatangi oleh ibunya yaitu Qutailah bintu Abdul Uzza. Beliau memberikan hadiah pada anaknya Asma’, namun ‘Asma takut untuk menerimanya karena ia tau bahwa ibunya masih musyrik. Lantas Asma’ mendatangi dan konsultasi pada Rasulullah untuk menyikapi hal ini. Alih-alih bersikap seperti ormas diatas, Rasulullah justru meminta Asma’ bersikap lemah lembut pada ibunya, tetap menerima hadiahnya dan berbuat baik pada ibunya. Oleh karena itu wahyu QS. Al Mumtahanah ayat 8 turun.

لَا يَنْهٰىكُمُ اللّٰهُ عَنِ الَّذِيْنَ لَمْ يُقَاتِلُوْكُمْ فِى الدِّيْنِ وَلَمْ يُخْرِجُوْكُمْ مِّنْ دِيَارِكُمْ اَنْ تَبَرُّوْهُمْ وَتُقْسِطُوْٓا اِلَيْهِمْۗ اِنَّ اللّٰهَ يُحِبُّ الْمُقْسِطِيْنَ 

“Allah tidak melarang kamu berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tidak memerangimu dalam urusan agama dan tidak mengusir kamu dari kampung halamanmu. Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang berlaku adil”

Kalau Rasulullah saja meminta Asma’ bersikap demikian, lantas kenapa kita umat Islam justru melakukan sesuatu yang tidak sejalan dengan apa yang Nabi Muhammad ajarkan? Maka tetaplah berbuat pada baik pada siapa saja walaupun orang itu non muslim. Selagi dia tidak memerangi kita maka tidak ada salahnya berbuat baik pada mereka.

Adapula dalam hadis yang lain Rasulullah bersabda

عَنْنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ عَمْرٍو رضي الله عنهما: عَنِ النَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم قَالَ: «‌مَنْ ‌قَتَلَ ‌مُعَاهَدًا لَمْ يَرَِحْ رَائِحَةَ الْجَنَّةِ، وَإِنَّ رِيحَهَا تُوجَدُ مِنْ مَسِيرَةِ أَرْبَعِينَ عَامًا.»

“Sesiapa yang membunuh seorang mu’ahad (non-Muslim yang terikat perjanjian dengan kaum Muslimin), maka ia tidak akan mencium aroma surga. Padahal, aroma surga dapat tercium dari jarak perjalanan empat puluh tahun.” (Hadis diriwayatkan oleh Imam Bukhari)

Dari hadis diatas jelaslah bagi kita larangan untuk membunuh orang-orang non muslim yang memang tidak ada konflik tertentu dengan kaum muslimin.

 

Tasamuh Dengan Sesama Muslim

Jika dengan non muslim saja Rasulullah tetap meminta kita untuk tetap berbuat baik pada mereka, lantas alasan apa yang membuat kita harus bersikap tidak baik kepada orang muslim yang mungkin ada sedikit berbeda pendapat dengan kita? 

Maka mari kita pelajari lagi Islam dengan lebih luas dan lebih dalam, perbaiki ibadah kita, perbaiki akhlak kita, sehingga keindahan Islam benar-benar dapat dirasakan oleh siapa saja bahkan orang non muslim sekalipun.