Overthinking ke Nafas Dzikir: Kiat Tepat Mengelola Emosi dan Menjaga Mental Health Mahasiswa
YOGYAKARTA – PERSADA UAD TV menggelar Talk Show bertajuk “Jangan Main-main sama Depresi” bertempat di Amphiteater Fakultas Kedokteran UAD pada Ahad (28/9). Acara ini menghadirkan narasumber tunggal dr. Widea Rossi Desvita, Sp.KJ., seorang spesialis kedokteran jiwa juga dosen Program Studi Kedokteran UAD, yang membedah persoalan kesehatan mental mahasiswa, khususnya perbedaan stres, kesedihan, dan depresi.
Dalam pemaparannya, dr. Widea menegaskan bahwa stres bukanlah sesuatu yang harus dihindari sepenuhnya. “Stres itu normal, bahkan diperlukan untuk meningkatkan ketahanan mental. Berbeda dengan depresi, yang merupakan kesedihan mendalam tanpa alasan jelas dan tidak berkesudahan,” ujarnya.
Beliau kemudian menjelaskan tiga tanda utama depresi atau Trias Depresi yang perlu diwaspadai. Pertama, wajah murung, meski tidak selalu tampak jelas. Kedua, anhedonia, yaitu hilangnya minat terhadap hal-hal yang dulu disukai. Ketiga, un-energy atau rasa lemas dan tidak bersemangat. Selain itu, gangguan tidur, konsentrasi, hingga munculnya ide bunuh diri juga menjadi sinyal bahaya yang serius.
“Suicidal ideation itu sebenarnya adalah jeritan pertolongan,” tambahnya dengan penekanan.
Lebih lanjut, dr. Widea menyampaikan bahwa penyebab gangguan jiwa tidaklah tunggal. “Gangguan jiwa itu multifaktorial. Ada faktor biologis, seperti ketidakseimbangan kimia otak; faktor psikologis, yakni pola asuh dan lingkungan; serta faktor spiritual, yang terkait dengan pemaknaan ibadah dan kehidupan,” ungkapnya.
Sebagai langkah awal penanganan, beliau menyarankan latihan pernapasan lambat yang disebut Nafas Dzikir. “Bisa dilakukan dengan pola 4:4, 5:5, atau 6:6 selama 20 menit. Ini membantu memperkuat diri dari dalam,” tuturnya.
Namun, ia juga menekankan pentingnya mencari bantuan profesional bila gejala depresi berlanjut. “Psikiater atau psikolog itu partner kita, jangan takut datang. Dan yang paling penting, jadikan Allah sebagai pendengar terbaik keluh kesah kita,” pesannya.
Talk show ini ditutup dengan sesi tanya jawab yang berlangsung antusias. Mahasiswa mengajukan pertanyaan terkait isu-isu sensitif seperti self-harm hingga religious trauma. Diskusi hangat tersebut semakin memperkaya pemahaman peserta tentang cara bijak menjaga kesehatan mental di tengah tekanan kehidupan kampus. (DF/NA)